Calon legislatif (caleg) harus siap secara fisik dan mental bila dirinya tidak terpilih atau terpilih saat Pemilihan Legislatif (Pileg) April 2014 mendatang. Dari pengalaman pada pemilu sebelumnya, bila dilihat dari kurve normal, bila ada 100 caleg, tiga puluh orang akan mengalami masalah gangguan jiwa.
"Mereka akan merasakan beban. Memang beda beban caleg yang telah menghabiskan uang Rp 1 miliar dengan Rp 200 juta," kata dr Teddy Hidayat, Psikiater dari RSUP Hasan Sadikin Bandung, ditemui setelah acara Workshop Pembangunan Berbasis Kependudukan yang digelar Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Kota Bandung bekerjasama dengan BKKBN di Jalan Belitung, Senin (20/1/2014).
Menurut Teddy Hidayat, pada pileg lima tahun lalu, ia pernah menangani pasien dari caleg yang tidak terpilih. Kondisi seperti itu karena caleg dihadapkan pada situasi yang tidak menyenangkan, seperti sudah berupaya keras agar terpilih, ditambah mengeluarkan uang banyak untuk kampanye dan lain-lain.
"Stres pasti, sudah keluar uang banyak, tidak terpilih. Timbul tegang, cemas, gelisah, susah tidur. Dan yang parah kalau berat, bicaranya ngaco," kata Teddy
Karena itu, Teddy menyarankan seorang caleg harus memiliki kesiapan fisik dan mental agar bila tidak terpilih tidak mengalami gangguan jiwa berat. Menurut Teddy, harus ditanamkan pemahaman bahwa menjadi caleg bukanlah segala-galanya dan jangan mempertaruhkan semua agar bisa terpilih. Para caleg perlu pemeriksaan fisik dan mental yang benar. Pihaknya menilai selama ini pemeriksaan caleg sifatnya formalitas.
Seharusnya, partai politik mengajukan sejumlah nama yang akan diusungnya untuk dilakukan pemeriksaan yang sesuai standar tes kejiwaan. Setelah itu, hasil pemeriksaan bisa dijadikan rekomendasi untuk meloloskan caleg tersebut apakah terus maju dalam pemilihan atau tidak.
"Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Parpol menyerahkan semua nama dan semuanya diserahkan ke KPU untuk diikutkan, mereka sendiri yang menyeleksi," katanya.
Ia melihat dalam persoalan ini, sistem yang keliru. Harusnya ada seleksi calon yang sesuai prosedur. Caleg harus bagus secara fisik, mental, kredibilitas, dan track record.
Namun untuk Pileg mendatang dianggapnya sudah terlambat. Cara seperti ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk pelaksanaan pileg selanjutnya. "Paling-paling yang bisa dilakukan, kumpulkan semua caleg, dan mereka mengikuti manajemen stres," katanya.
Menurut Teddy, manajemen stres dilakukan agar caleg siap bila terpilih atau tidak terpilih. Yang terpilih pun, lanjut Teddy, bisa mengalami stres karena ternyata dia tidak siap. Biasanya ketidaksiapan dengan perubahan perilaku seperti menjadi sombong, merasa menjadi orang penting dan kondisi seperti itu juga termasuk ketidaksiapan mental. (sumber : TRIBUNNEWS.COM)
0 komentar:
Posting Komentar